MENU

Himpunan Alumni Malnu Lebak Khatamkan Kitab Al-Hikam

Himpunan Alumni Malnu Lebak Khatamkan Kitab Al-Hikam

Banten yang dikenal sebagai kota seribu ulama dan sejuta santri nampaknya masih relevan sampai hari ini. Sejumlah alumni santri Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar Li Nahdlotil Ulama (Malnu) Menes yang tergabung dalam Himpunan Alumni Malnu (Hilman) baru saja melaksanakan khataman kitab al-Hikam pada Sabtu, (27/11).  
 
Kitab al-Hikam yang dianggit oleh Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Atha'illah al-Jadzami al-Maliki as-Sakandari. Seorang ulama terkemuka yang menghabiskan usianya untuk belajar dan mengajar di Masjid al-Azhar, Kairo Mesir.
 
Meski sudah menjadi purna sebagai santri Pesantren Malnu, para alumni tetap istiqomah menjaga semangat untuk tetap muthola’ah kitab-kitab yang dikaji sewaktu di pesantren. Meskipun durasinya tidak seperti dahulu ketika ‘nyantri’ tetapi setidaknya semangat dan kemamuan untuk menambah pengetahuan lahir dan nutrisi batin terpenuhi melalui pengajian bulanan tersebut.
 
Pengampu pengajian al-Hikam tersebut adalah seorang kiai muda pengasuh Pesantren Malnu Kebon Jeruk KH TB Tolhah Ma’ani. Sebagai pengasuh, komitmennya tidak hanya sebatas membimbing para santri yang masih bermukim di pesantren, tetapi juga membimbing jiwa para alumni yang sudah berkiprah di masyarakat yaitu melalui pengajian-pengajian seperti yang diselenggarakan oleh Hilman wilayah Lebak dan sekitarnya.   
 
Pengajian kitab al-Hikam yang merupakan ‘magnum opus’ dari Syaikh ibn Atha’illah as-Sakandari sudah dilaksanakan selama bertahun-tahun oleh Hilman wilayah Lebak dan sekitarnya. Pelaksanaannya berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah alumni yang lain. Sebelum pengajian dimulai, terlebih dahulu KH TB Tolhah Ma’ani memimpin pembacaan Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani sebagai pembuka pengajian.  
 
ketua HILMAN wilayah Lebak dan sekitarnya Kiki Taqiyuddin, menurutnya, pengajian yang diselenggarakan ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahim bagi alumni pesantren Malnu Menes, karena ingin terus diakui sebagai santri oleh guru-guru di pesantren meksipun sudah menjadi alumni.
 
Selain itu, tujuan lain pengajian kitab al-Hikam ini tidak hanya sekadar mengaji, tetapi juga mengharapkan barokah ilmu dari para guru-guru kami.    
 
Kitab fenomenal tersebut selesai ditulis pada abad ke-14 di Kairo, Mesir tempat di mana Syekh ibn Atha’illah mempelajari berbagai fan ilmu keislaman bersama ulama-ulama terkemuka seperti salah satunya Abu al-Abbas Ahmad ibn Ali as-Anshari al-Mursi, murid dari Abu al-Hasan al-Syadzili, pendiri tarekat al-Syadzili.  
 
Selain mempelajari berbagai keilmuan, Syekh ibn Atha’illah juga hidup sezaman dengan Ibnu Taimiyah dan kabarnya mereka berdua berdiskusi secara santun membahas mengenai praktik-praktik sufi yang tidak disetujui oleh Ibnu Taimiyah. 
 
Tetapi Syekh ibn Atha’illah dan para pengikutnya berpandangan lain bahwa tidak semua praktik para ahli Sufi salah, karena praktik-praktik tersebut mengandung unsur syariat yang kuat.   Kitab al-Hikam adalah sebuah kitab fenomenal yang masih dikaji sampai hari ini di lingkungan pesantren yang bermanhaj Alhlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah. Tetapi di luar itu, kitab tersebut juga dikaji oleh lintas mazhab dan golongan.   
 
Pewarta : Sofwatul Ummah

KOMENTAR